Buterfly 2 (sebuah renungan)

Suatu ketika, terdapat seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak
termenung. Tatapan matanya kosong, menatap hamparan air di depannya.
Seluruh penjuru mata angin telah di lewatinya, namun tak ada satupun titik yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap, sampai ada suara yang menyapanya.

Ada orang lain disana.

"Sedang apa kau disini anak muda?" tanya seseorang. Rupanya ada seorang
nenek tua. "Apa yang kau risaukan..?" Anak muda itu menoleh ke samping,
"Aku lelah Nek. Telah berkilo-kilo jarak yang kutempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, tapi tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalam diriku. Kemana kah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"

Nenek Tua duduk semakin dekat, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di
pandangnya wajah lelah di depannya. Lalu, ia mulai bicara, "di depan sana, ada sebuah taman. Jika kamu ingin jawaban dari pertanyaanmu, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku. Mereka berpandangan. Ya...tangkaplah seekor kupu-kupu buatku dengan tanganmu" sang Nenek mengulang kalimatnya lagi.

Perlahan pemuda itu bangkit. Langkahnya menuju satu arah, taman. Tak
berapa lama, dijumpainya taman itu. Taman yang yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga yang bermekaran. Tak heran, banyak kupu-kupu yang
berterbangan disana. Sang Nenek, melihat dari kejauhan, memperhatikan
tingkah yang diperbuat pemuda yang sedang gelisah itu.

Anak muda itu mulai bergerak. Dengan mengendap-endap, ditujunya sebuah
sasaran. Perlahan. Namun, Hap! sasaran itu luput. Di kejarnya kupu-kupu
itu ke arah lain. Ia tak mau kehilangan buruan. Namun lagi-lagi. Hap!. Ia gagal.

Ia mulai berlari tak beraturan. Diterjangnya sana-sini. Ditabraknya
rerumputan dan tanaman untuk mendapatkan kupu-kupu itu. Diterobosnya semak dan perdu di sana. Gerakannya semakin liar.

Adegan itu terus berlangsung, namun belum ada satu kupu-kupu yang dapat
ditangkap. Sang pemuda mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergerak naik-turun dengan cepat. Sampai akhirnya ada teriakan, "Hentikan dulu anak muda. Istirahatlah." Tampak sang Nenek yang berjalan perlahan. Tapi lihatlah, ada sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan di sisi kanan-kiri Nenek itu. Mereka terbang berkeliling, sesekali hinggap di tubuh tua itu.

"Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang?
Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa peduli apa yang kau
rusak?"

Sang Nenek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itu seperti
menangkap kupu-kupu. Semakin kau terjang, semakin ia akan menghindar.
Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Namun, tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu
bukan benda yang dapat kau genggam, atau sesuatu yang dapat kau simpan.
Carilah kebahagiaan itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu.
Ia tak akan lari kemana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu
sering datang sendiri."

Nenek Tua itu mengangkat tangannya. Hap, tiba-tiba, tampak seekor
kupu-kupu yang hinggap di ujung jari. Terlihat kepak-kepak sayap kupu-kupu itu, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Pesonanya begitu mengagumkan, kelopak sayap yang mengalun perlahan, layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

Pemuda itupun tertegun menatap si Nenek, kemudian tersenyum penuh arti, Nenek pun meninggalkan pemuda itu,, "Terima kasih Nek,, ku telah temukan kebahagiaan itu,," dalam hatinya.

 ***

Teman, shohib dan kekasihku,,, mencari kebahagiaan adalah layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit,
bagi mereka yang terlalu bernafsu, namun mudah, bagi mereka yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang
sana-sini, menabrak sana-sini, atau menerobos sana-sini untuk
mendapatkannya. Kita dapat saja mengejarnya dengan berlari kencang, ke
seluruh penjuru arah.

Kita pun dapat meraihnya dengan bernafsu, seperti menangkap buruan yang
dapat kita santap setelah mendapatkannya. Namun kita belajar. Kita belajar bahwa kebahagiaan tak bisa di dapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat di genggam atau benda yang dapat disimpan.

Bahagia adalah udara, dan kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita
belajar bahwa bahagia itu memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan pergi dari kita. Semakin kita berusaha meraihnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Perlu kesabaran dan ketenangan dalam mencari kebahagiaan hakiki.

Semoga kita selalu dlm lingkaran bahagia,, dunia dan akherat,, amin,,,

<salam jari="" anto=""></salam>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Seorang Mualaf: MAHER ZAIN

Bisik Hening Malam..