AKU DAN BENTOR SEMARANG

Setelah kereta berhenti di stasiun Poncol, aku bergegas turun dan keluar dengan berdesakan dengan penumpang lain. eiit mampir toilet dulu,,,, cuuurrr,,,, lega...
Keluar area stasiun sperti biasa sarapan di warung langganan dengan menu nasi pecel plus koyor, hemmm inilah menu kesukaanku. Makan sudah oke, tinggal menuju TKP yang ada di kompleks PRPP, jalan Madukoro, Semarang. Karena aku ngga hafal rute angkot akhirnya kucoba mencari ojeg yang banyak mangkal didepan stasiun. Weww,,,, ada penawaran becak motor oleh bapak yang tampaknya sudah lumayan tua. Okelah aku terima penawaran itu dan wusshhhh tok otok otok otok,,,, naiklah aku bentor alias becak montor. Becak hasil modifikasi dari becak dan motor yang dibuat sedemikian rupa sehingga mampu melaju lebih kencang dan tidak membuang banyak tenaga.
Kami susuri jalan samping sungai kanal barat yang sejuk dan banyak pohon yang rindang, asyiklah  buat menikmati perjalanan sambil ngobrol sam si bapak. Kurang lebih sepuluh menit nyampe juga di TKP.  Bapak aku mintai tolong buat nunggu karena keperluanku tidak begitu lama dan si bapakpun bersedia dengan senang hati.
Eng ing eng,,,,, akhirnya keperluanku sudah se-le-sai dan waktunya pulang kembali ke stasiun. Kutumpangi lagi bentor itu dengan si bapak yang selalu ramah dan menyungging senyuman. Sesekali aku tanya tentang keluarga si bapak ini. Sedang asyiknya ngobrol, tahu tahu bentor yang kutumpangi berhenti.
"Wonten nopo pak?", tanyaku.
"Nganu nak, rantenipun pedot", jawab si bapak.
Akhirnya aku segera turun dan mencoba membantu bapak memperbaiki rante tapi tampakya ada kesulitan. Dan akhirnya kuputuskan untuk mencari bengkel terdekat. Kubantu si bapak buat mendorong bentor kesayangannya. huft,,,,, lima ratus meteran mungkin kami lalui, kata si bapak, mungkin terlalu berat bebannya. Omegad,,,, aku jadi merasa malu sekaligus ingin sekali tertawa, tapi kutahan tawaku supaya bapak tidak tersinggung.
Dan sampailah di subuah bengkel kecil dan bento itu segera diperbaiki. Setelah beres, aku bayar ongkos servisnya dan kubayar juga ongkos jasa bentor itu sama bapak. Setelah itu aku putuskan untuk berjalan menuju jalan raya yang sudah lumayan dekat, karena ngga tega melihat bapak kecapaian. Akhirnya aku pamit dan melangkah pergi meniggalkan bapak dan bentornya.
Ketika berjalan menuju jalan raya, sesekali aku tersenyum mengingat kejadian yang baru saja menimpaku dan si bapak. Lucu dan malu sekaligus sedih juga melihat bapak yang kelelahan. Batinku selalu berkata, karena aku yang kelebihan berat sehingga bentorpun yang harusnya kuat membawaku akhirnya menyerah juga.
Duuh kasihan bapak itu, semoga saat ini bapak masih dalam keadaan sehat tak kurang suatu apapun. Aamiin,,,

Sebuah cerita di medio Agustus 2011.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Seorang Mualaf: MAHER ZAIN

Bisik Hening Malam..